Keberadaan CB terasa diperlukan oleh masyarakat di Amerika, terutama sebagai sarana komunikasi antar penduduk untuk saling memberikan informasi bila mendapat kesulitan, mohon bantuan/pertolongan dengan segera, atau untuk kepentingan gawat darurat.
Dengan demikian komunikasi radio antar penduduk (CB) di Amerika berkembang dengan baik dan telah memasyarakat, sehingga instansi-instansi resmipun ikut secara aktif terjun didalamnya. Instansi yang ikut terjun antara lain : Kepolisian, SAR, Rumah Sakit, Pemadam Kebakaran, Perusahaan Listrik, dan lembaga sosial kemasyarakatan lain yang semuanya memonitor dengan menggunakan jalur/aluran 9. Disamping itu keperluan tersebut, alat komunikasi ini juga banyak digunakan untuk membantu keperluan komunikasi pada acara/event penting seperti acara olahraga maupun bentuk bentuk keramaian lainnya, demi kelancaran penyelenggaraan dan untuk mengantisipasi apabila ada hal-hal yang tidak diinginkan.
Perkembangan komunikasi radio CB, telah merambah ke berbagai negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia pun mulai dimasuki radio CB sejak dasawarsa 70-an. Kehadiran CB di Indonesia teryata terus berkembang dalam jumlah maupun penggemarnya yang penggunaannya masih bersifat liar, karena belum ada ketentuan yang mengaturya.
Melihat kenyataan ini, Pemerintah mulai menyadari jikalau penggunaan CB secara liar dan jumlahnya semakin bertambah banyak tetap dibiarkan, bisa mengakibatkan timbulnya dampak negatif, karena alat komunikasi radio CB apabila oleh pemilik yang tidak bertanggungjawab dan liar dapat digunakan untuk tindakan yang bersifat kriminal, bahkan mungkin sampai tindakan subversif dan Iain-lain. Akhirnya Pemerintah mengambil tindakan penertiban terhadap pemilik dan pengguna radio CB di Indonesia, oleh karenanya Pemerintah mengambil kebijaksanaan untuk melegalisir penggunaan perangkat tersebut dengan ketentuan-ketentuan persyaratan serta perijinan untuk Komunikasi Radio Antar Penduduk (KRAP).
Kebjaksanaan Pemerintah melalui Menteri Perhubungan telah menetapkan SK MENHUB RI Nomor : SI. 11/HK 501/Phb-80 tertanggal 6 Oktober 1980, tentang Perizinan Penyelenggaraan Komunikasi Radio Antar Penduduk.
Untuk pelaksanaan keputusan tersebut, maka perlu didirikan suatu organisasi yang bertugas membantu Pemerintah dalam pengawasan dan pembinaan terhadap penyelenggara Komunikasi Radio Antar Penduduk (KRAP). Memperhatikan begitu pentingnya suatu organisasi pendukung atas keputusan itu maka Dirjen Postel pada tanggal 31 Oktober, menunjuk Team Formatur dengan suratnya Nomor : 6356/OT.002/Dirfrek/80, untuk membentuk Organisasi Radio Antar Penduduk
Team Formatur yang ditunjuk, yaitu :
1. SUDARTO
2. EDDIE M. NALAPRAYA
3. SUTIKNO BUCHARI
4. A. PRATOMO, Be T.T.
5. LUKMAN ARIFIN, SH
Team Formatur diberi tugas :
1. Menyusun AD & ART dari Organisasi KRAP tingkat Pusat
2. Menyusun Pengurus Pusat dari Organisasi KRAP
Setelah formatur bermusyawarah pada tanggal 2 Desember 1980 di Jakarta, maka terbentuklah susunan Pengurus Pusat Organisasi Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI ) dengan susunan AD & ART RAPI. Organisasi RAPI merupakan satu-satunya organisasi bagi penyelenggara Komunikasi Radio Antar Penduduk di Indonesia. Terpilih sebagai Ketua Umum pertama adalah EDDIE M NALAPRAYA.
Organisasi tersebut didasarkan atas SK MENHUB No. SI. 11/HK S01/Phb-80, tanggal 6 Oktober 1980, yang pelaksanaannya diatur melalui SK Dirjen Postel Nomor : 125/Dirjen/1980, yang menetapkan KEPUTUSAN TENTANG PENDIRIAN DAN PENGANGKATAN PENGURUS PUSAT ORGANISASI RADIO ANTAR PENDUDUK, tertanggal 10 Nopember 1980.
Perkembangan dan pertumbuhan RAPI semakin semarak dan telah menjadi suatu bagian hobby yang dicintai oleh masyarakat Perkembangan ini berlangsung terus sampai dengan tahun 1987. Tetapi dengan adanya kebijaksanaan Pemerintah melalui SK Menparpostel RI No. KM 48/PT.307/MPPT-85 yo SK No. 79/PT.307/MPPT-87 yang pelaksanaannya diatur di dalam SK Dirjen Postel No. 97/Dirjen/85 yo SKNo. 80/Dirjen/87, — yang intinya tentang pita frekuensi 11 meter (27 Mhz) secara berangsur-angsur akan dicabut dan diganti dengan pita frekuensi 62 centimeter (476 Mhz) - maka dengan sendirinya kegiatan RAPI menurun sangat drastis, penurunan ini disamping disebabkan ketentuan tersebut diatas juga karena akibat produser perangkat 11 meter menghentikan produksinya, sehingga anggota RAPI kesulitan mencari komponen maupun perangkat radio komunikasi 11 meter.
Dalam kondisi seperti itulah, semua pelaku organisasi RAPI diseluruh
Akhirnya Pemerintah memperhatikan serta tanggap terhadap aspirasi dari seluruh jajaran RAPI dan berdasarkan UU No. 3 Tahun 1989 Tentang Telekomunikasi yang didalamnya KRAP termaktub di dalam Pasal 5 Ayat 2, Pasal 12 Ayat 1 dan Ayat 3, maka Pemerintah melalui SK Menparpostel No. KM 26/ PT.307/MPPT-92 tertanggal 30 Maret 1992, tentang Komunikasi Radio Antar Penduduk, menetapkan bahwa pita frekuensi 11 meter (27 Mhz) dialokasikan kembali kepada RAPI, disamping frekuensi 62 centimeter (476 Mhz). Termasuk juga penggunaan perangkat KRAP buatan luar negeri diperbolehkan untuk digunakan selama memenuhi persyaratan teknis yang ditentukan.
Keberhasilan usaha dan perjuangan para pelaku organisasi RAPI semakin nyata, ini bisa kita lihat bahwa dengan dikeluarkannya SK Dirjen Postel Nomor : 92/Dirjen/1994 tentang Ketentuan Pelaksanaan Komunikasi Radio Antar Penduduk (KRAP).
1. HF (High Frequency) yaitu Band Frekuensi 26.960 - 27.415 Mhz
2. VHF (Very High Frequency) Band Frekuensi 142.0375 - 143.5375 Mhz
3. UHF (Ultra High Frequency) Band Frekuensi 476.410 - 477.415 Mhz
Dialokasikan dan dipercayakan kepada organisasi RAPI untuk pengelolaannya.
Dengan kepercayaan yang telah diberikan oleh Pemerintah, maka perlu bagi seluruh pelaku-pelaku organisasi RAPI untuk meningkatkan rasa tanggungjawabnya terhadap organisasi maupun aturan dan ketentuan yang berlaku dalam Komunikasi Radio Antar Penduduk yang telah ditetapkan, sehingga terciptalah Tertib Organisasi dan Tertib Frekuensi seperti yang kita dambakan. Semoga RAPI untuk saat sekarang maupun yang akan datang dapat membuktikan karya dan bhaktinya terhadap bangsa dan negara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar